Pada zaman
dahulu, daerah Sumatra Selatan berupa hutan belantara. Puluhan sungai
besar dan kecil yang berasal dari Bukit Barisan, pegunungan sekitar
Gunung Dempo dan Danau Ranau mengalir di wilayah itu. Maka, wilayah itu
dikenal dengan nama Batanghari Sembilan.
Sungai besar yang
mengalir di wilayah itu di antaranya Sungai Komering, Sungai Lematang,
Sungai Ogan, Sungai Rawas, dan beberapa sungai yang bermuara di Sungai
Musi. Ada dua Sungai Musi yang bermuara di laut di daerah yang
berdekatan, yaitu Sungai Musi yang melalui Palembang dan Sungai Musi
Banyuasin agak di sebelah utara. Sedangkan kota Palembang yang dikenal
sekarang menurut sejarah adalah sebuah pulau di Sungai Melayu.
Pulau
kecil itu berupa bukit yang diberi nama Bukit Seguntang Mahameru.
Di sepanjang
wilayah itu dihuni oleh seorang dewi bersama dayang-dayangnya. Dewi itu
disebut Putri Kahyangan. Sebenarnya, dia bernama Putri Ayu Sundari.
Dewi dan dayang-dayangnya itu mendiami hutan rimba raya, lereng, dan
puncak Bukit Barisan serta kepulauan yang sekarang dikenal dengan Malaysia.
Mereka gemar datang ke daerah Batanghari Sembilan untuk bercengkerama
dan mandi di danau, sungai yang jernih, atau pantai yang luas, landai,
dan panjang.
Karena
banyaknya sungai yang bermuara ke laut, maka pada zaman itu para pelayar
mudah masuk melalui sungai-sungai itu sampai ke dalam, bahkan sampai ke
kaki pegunungan, yang ternyata daerah itu subur dan makmur. Maka
terjadilah komunikasi antara para pedagang termasuk pedagang dari Cina
dengan penduduk setempat. Daerah itu menjadi ramai oleh perdagangan
antara penduduk setempat dengan pedagang. Akibatnya, dewi-dewi dari
kahyangan merasa terganggu dan mencari tempat lain.
Alkisah
ketika Putri Ayu Sundari dan pengiringnya masih berada di Bukit
Seguntang Mahameru, ada sebuah kapal yang mengalami kecelakaan di pantai
Sumatra Selatan. Tiga orang kakak beradik itu adalah putra raja
Iskandar Zulkarnain. Mereka selamat dari kecelakaan dan terdampar di
Bukit Seguntang Mahameru. Mereka disambut Putri Ayu Sundari. Putra
tertua Raja Iskandar Zulkarnain, Sang Sapurba kemudian menikah dengan
Putri Ayu Sundari dan kedua saudaranya menikah dengan keluarga putri
itu. Sang Sapurba adalah pewaris terakhir Kerajaan Sriwijaya. Dia punya
ambisi memelihara kebesaran kerajaan itu. Maka dia menjelajahi semua
bekas kerajaan yang sudah mulai terpecah-belah. Dia melakukan perjalanan
mulai dari Palembang, Tanjung Pura sampai ke Lingga dan Bintan, lalu
masuk Sungai Kuantan sampai ke Minangkabau. Setiap daerah yang
dilaluinya menyatakan sembah setia sebagai rakyatnya.
Sriwijaya adalah kerajaan maritim terbesar di Nusantara, yang berjaya hampir lebih dari 300 tahun. Karena itu kebesaran Sriwijaya yang disangkutkan di bahu kekuasaan Sang Sapurba, menimbulkan bayangan bahwa Sang Sapurba tidak lagi sebatas manusia biasa, walaupun masa itu, alam Melayu sudah mulai mendapat sinar cahaya Islam. Tak heran, jika Sang Sapurba-lah Raja Melayu yang mendapat panggilan Yang Dipertuan sementara rakyat menyebut dirinya Patik, yang berarti anak anjing yang belum celak (pecah matanya).
Sang Sapurba
harus tampil punya kelebihan daripada orang kebanyakan bahkan dengan
kemegahan yang luar biasa. Dia harus menakjubkan dari segala penjuru
kehadirannya. Pada masa dulu, sebelum agama Islam dominan dalam dunia
Melayu, kehebatan kekuasaan raja ditampilkan dengan bahasa kesaktian.
Sementara setelah Islam bersemi, kelebihan manusia karena berkat
kesalehannya disebut dengan kata keramat (karomah).
Ketika Sang
Sapurba dengan saudaranya turun dari Bukit Siguntang Mahameru pada malam
hari, maka tampak bernyala-nyala seperti api di atas bukit itu. Setelah
hari siang, dua orang yang membuat huma (ladang) yakni Wan Empuk dan
Wan Malini, melihat padinya berbuahkan emas, berdaun perak serta
berbatang tembaga. Inilah buktinya dalam bayangan mitos, betapa Sang
Sapurba, bukanlah anak raja sembarang raja.
Kesaktian
Sang Sapurba lebih mengherankan lagi. Betapa tidak, semua anak gadis
putri raja yang dikawininya malam hari, akan kena kedal tulah (seperti
kena campak) pada pagi harinya. Sewaktu rombongannya kekurangan air
minum di muara Sungai Kuantan (Sapat) maka Sang Sapurba mencelupkan
kakinya ke dalam air masin, lalu kemudian air berubah menjadi tawar.
Lalu yang ke lima Sang Sapurba menampilkan kekuatan semangat jiwanya
dengan membunuh ular Saktimuna di Kuantan. Ular ajaib itu tidak perlu
dibunuh selalui tangan sang raja.Cukup memakai kerisnya yang bernama
Corek Semandang Kini. Setelah dipakai oleh hulubalang Permasku Mambang
keris itu, maka ditetaknya penggal tiga ular itu, lalumati.
Maka Demang
Lebar Daun sebagai seorang Raja Palembang ketika itu, juga khawatir jika
putrinya Wan Sendari dipersunting oleh Sang Sapurba akan kena kedal
pula. Maka Demang Lebar Daun meminta Sang Sapurba bersedia berwadat
(bersumpah) sebelum mengawini putrinya. Maka ujudlah sumpah Sang Sapurba
dengan Demang Lebar Daun yakni Raja Sang Sapurba dan anak keturunannya
tidak akan menghina rakyat, sedangkan rakyat Melayu di pihak Demang
Lebar Daun, tidak akan durhaka kepada raja. Maka sejak sumpah itu,Sang
Sapurba dipanggil dengan Yang Dipertuan dan rakyat menyebut dirinya
Patik. Sang Sapurba hanya dapat membunuh rakyatnya, jika melakukan dosa
besar dan memakai hukum syarak.
Maka
terjadilah keajaiban setelah bersumpah-sumpahan atas nama Allah itu.
Ternyata Wan Sendari setelah menjadi permaisuri Sang Sapurba, tidak kena
kedal tulah. Maka amatlah sukacita Demang Lebar Daun. Diresmikanlah
oleh Demang Lebar Daun, Sang Sapurba menjadi Yang Dipertuan untuk
seluruh tanah Melayu, sedangkan dia bertindak sebagai mangkubumi.
Karena Bukit Seguntang Mahameru berdiam di
Sungai Melayu, maka Sang Sapurba dan istrinya mengaku sebagai orang
Melayu. Anak cucu mereka kemudian berkembang dan ikut kegiatan di daerah
Lembang. Nama Lembang semakin terkenal. Kemudian ketika orang hendak ke
Lembang selalu mengatakan akan ke Palembang. Pertumbuhan ekonomi
semakin ramai. Sungai Musi dan Sungai Musi Banyuasin menjadi jalur
perdagangan kuat terkenal sampai ke negara lain.
rakit.
Sementara
itu, orang-orang banyak datang di sekitar Sungai Musi dan Sungai Melayu
tempat Bukit Seguntang Mahameru untuk membuat rumah di sana. Karena
Sumatra Selatan merupakan dataran rendah yang berawa, maka penduduknya
membuat rumah yang disebut dengan
Comments
Post a Comment