Sejarah Kota Semarang

Sejarah Semarang sebenarnya berawal pada abad ke-9. Area yang tadinya bernama Bergota ini kemudian menjadi kawasan pemukiman, di mana didirikan sebuah sekolah dan asrama Islam oleh seorang keturunan Arab, Kyai Pandan Arang, pada akhir abad ke-15. Setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Kerajaan Pajang yang saat itu dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya, menobatkan Kyai Pandan Arang sebagai bupati kawasan ini tanggal 2 Mei 1547. Maka secara politis maupun kultural, hari inipun diperingati sebagai hari jadi Kota Semarang.

Waktu berlalu, tahun 1678 kota ini diserahkan ke tangan Dutch East-India Company (VOC) sebagai pembayaran atas hutang-hutang Sunan Amangkurat II. Namun baru pada tahun 1705 Semarang secara resmi jatuh dalam kekuasaan Belanda, ketika Susuhunan Pakubuwono I memberikan hak-hak perdagangan ekstensif pada VOC untuk membersihkan hutang-hutang Kerajaan Mataram. Sejak itu, VOC membangun kawasan ini dan menjadikannya salah satu pusat perdagangan yang esensial dan vibrant di masa penjajahan.

Namun pada era 1920-an, Semarang mendapatkan predikat lain, 'Kota Merah'. Reputasi ini diperoleh, karena entah mengapa, Semarang dijadikan pusat para kaum nasionalis dan leftist yang kontroversial. Reputasi yang kian lekat dengan didirikannya Partai Komunis Indonesia di kota ini. Baru setelah meletusnya peristiwa G30S PKI, predikat ini lambat laun terkikis. Semarang pun kembali berbenah dan siap menyuguhkan berbagai fakta sejarah panjangnya sebagai atraksi wisata.

Perjalanan ke Semarang di era modern ini bagai melangkah dalam kapsul yang membawa diri tersedot arus waktu ke masa lalu. Bangunan-bangunan tua masih berjajar angkuh sepanjang kawasan yang kini tersohor dengan nama Kota Lama (Outstadt), memberikan atmosfir khas zaman penjajahan Belanda. Gedung-gedung berarsitektur kolonial, seperti Gereja Blenduk di Jl. Jend. Suprapto, gedung PT. Perkebunan XV Persero di JI. Mpu Tantular dan gedung Kantor Pos yang berlokasi tak jauh dari Jembatan Berok adalah saksi bisu tragedi maupun kejayaan kota ini.

Pada pedagang yang menghuni kios-kios kecil sepanjang kanal, baik di sisi kiri manpun kanan Jembatan Berok, juga menawarkan pemandangan unik yang seakan 'diimpor' dari masa lalu. Dari tukang pijit lesehan, praktisioner pengobatan tradisional Cina, kedai jajan dan warung kopi, hingga kios penjual pulsa isi ulang kartu ponsel, semua bisa ditemukan di sini. Tak jauh dari Kota Lama, sebuah kawasan historis lainnya dapat pula dikunjungi. Kawasan Pecinan Semarang yang melintasi Jl. KH. Wahid Hasyim dan bercabang-cabang hingga ke gang-gang kecil, seperti Gg. Pinggir, Gg. Warung dan Gg. Lombok, meriah tak ubahnya set sebuah film silat. Beberapa klenteng menyembul di antara kedai-kedai makanan Cina yang menebarkan aroma harum, mengundang selera.

Urusan makanan memang juga menjadi salah satu keunggulan Kota Semarang. Tak sebatas Chinese food saja, segala gaya makanan ada di sini. Salah satu pusatnya adalah Kawasan Simpang Lima. Jantung kota yang dipenuhi shopping centers, gedung-gedung perkantoran dan hotel-hotel berbintang ini adalah pusat jajanan yang tak pernah lengang dari pagi hingga malam! Bahkan di akhir pekan, mulai Sabtu malam sampai Minggu pagi. semua jalan seputar Simpang Lima ditutup dan dijadikan area 'pasar kaget' yang menjual segala hal. You name it! Semua ada, bahkan juga tanaman langka dengan harga-harga miring. Termasuk atraksi tari-tarian dan hiburan lainya.

Comments