Orang selalu mencatat bahwa tanggal 13
Januari 1815 adalah hari kelahiran kota Sukabumi. Tanggal tersebut
dipergunakan sejak Dr. Andreas de Wilde secara resmi menerima pengesahan
nama Soeka Boemi dari pemerintah Hindia Belanda atas tanah yang
dimohonnya untuk perluasan perkebunan. Kala itu de Wilde adalah
konlomerat perkebunan, atau lebih dikenal dengan Preanger Planter. Anda
bisa membayangkan betapa kaya dan berpengaruhnya de Wilde dengan melihat
rumahnya yang sekarang dijadikan kantor Walikota (Balaikota) Bandung.
Tapi benarkah de Wilde yang menemukan Sukabumi? Sebenarnya, tidak juga.
Sejarah Sukabumi lebih tua dari itu. Anda bisa melacaknya hingga
Pajajaran Runtag ( runtuhnya Kerajaan Pajajaran ) sekitar 1579. Waktu
itu wilayah ini bagian dari kedatuan (setara kabupaten sekarang)
kerajaan Pajajaran. Tepatnya Kedatuan Pamingkis yang beribukota di
Gunung Walat, Cibadak sekarang. Jangan heran kalau Cibadak dijadikan
dayeuh waktu itu. Di Cibadak ini telah berdiri sebuah kabuyutan yang
diprakarsai Prabu Dharmasiksa jamannya kerajaan Sunda Galuh Kuno. Lihat
tulisan mengenai prasasti Cicatih Cibadak di blog ini.
Nah, bupati yang berkuasa saat itu adalah Ki Ranggah Bitung. Istrinya bernama Nyi Raden Puntang Mayang. Masa masa itu memang tidak menentu. Ibukota Pakuan telah berhasil direbut kesultanan Banten. Uforia bumi hangus sampai juga ke Kedatuan Pamingkis. Singkat cerita Gunung walat bernasib sama dengan Pakuan. Bupati Ki Ranggah Bitung gugur. Sementara istrinya yang sedang hamil diselamatkan oleh seorang jaro (lurah) bernama Ki Load Kutud dan istrinya Nini Tumpay Ranggeuy Ringsang. Mula mula diamankan di Gunung Bongkok, Cibadak. Atas petunjuk seorang resi bernama Tutung Windu, kemudian dialihkan ke Gunung Sunda di daerah Palabuhanratu sekarang.
Kala itu wilayah selatan masih berupa hutan rimba belantara. Tidak heran bila daerah tersebut menjadi tempat persembunyian yang sempurna buat Nyi Raden Puntang Mayang. Di tengah pengungsian, mereka menemukan seorang bocah laki laki berumur 6 -7 tahun yang tersesat. Menurut pengakuaannya, kampungnya sama dibakar oleh pasukan Banten. Didorong rasa kasihan maka Jaro Kutud akhirnya memunggut anak tersebut dan menyertakannya dalam rombongan pengungsi. Mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Tak lama Nyi Raden Puntang Mayang melahirkan bayi perempuan. Kemudian diberi nama Nyai Raden Pundak Arum Saloyang.
Nah, bupati yang berkuasa saat itu adalah Ki Ranggah Bitung. Istrinya bernama Nyi Raden Puntang Mayang. Masa masa itu memang tidak menentu. Ibukota Pakuan telah berhasil direbut kesultanan Banten. Uforia bumi hangus sampai juga ke Kedatuan Pamingkis. Singkat cerita Gunung walat bernasib sama dengan Pakuan. Bupati Ki Ranggah Bitung gugur. Sementara istrinya yang sedang hamil diselamatkan oleh seorang jaro (lurah) bernama Ki Load Kutud dan istrinya Nini Tumpay Ranggeuy Ringsang. Mula mula diamankan di Gunung Bongkok, Cibadak. Atas petunjuk seorang resi bernama Tutung Windu, kemudian dialihkan ke Gunung Sunda di daerah Palabuhanratu sekarang.
Kala itu wilayah selatan masih berupa hutan rimba belantara. Tidak heran bila daerah tersebut menjadi tempat persembunyian yang sempurna buat Nyi Raden Puntang Mayang. Di tengah pengungsian, mereka menemukan seorang bocah laki laki berumur 6 -7 tahun yang tersesat. Menurut pengakuaannya, kampungnya sama dibakar oleh pasukan Banten. Didorong rasa kasihan maka Jaro Kutud akhirnya memunggut anak tersebut dan menyertakannya dalam rombongan pengungsi. Mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Tak lama Nyi Raden Puntang Mayang melahirkan bayi perempuan. Kemudian diberi nama Nyai Raden Pundak Arum Saloyang.
Comments
Post a Comment